Pengertian, Sejarah, dan Macam-Macam Logika
Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan tentang pokok tertentu. Kumpulan ini merupakan suatu kesatuan yang sistematis serta memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Penjelasan seperti ini terjadi dengan menunjukkan sebab-musababnya, logika juga merupakan ilmu pengetahuan dalam arti ini.
Logika menyelidiki, merumuskan serta menetapkan hukum-hukum yang harus ditepati agar dapat berfikir lurus, tepat dan teratur. Dengan menerapkan hukum-hukum pemikiran yang lurus, tepat dan sehatm kita dimasukkan kedalam lapangan logika sebagai suatu kecakapan.
Hal ini menyatakan bahwa logika bukan teori belaka. Logika juga merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran dalam praktik. Inilah sebabnya logika disebut filsafat yang praktik.
Nah pada pembahasan kali ini, Blogger Toraja akan menguraikan secara lengkap mengenai pengerian logika, sejarah logika dan macam-macam logika.
Pengertian Logika
1. Arti Kata Logika
Secara etimologis, kata logika berasal dari bahasa Yunani "logikos", dibentuk dari kata "logos" yang berarti ucapan, bahasa, pengertian, akal budi, ilmu. "Logikos" berarti apa yang dapat dimengerti dan dikatakan atau diucapkan, karena pikiran berfungsi dengan baik, teratur, sistematis dan masuk akal.
Berarti, logika berhubungan baik dengan pemikiran maupun bahasa, baik pengertian maupun ungkapan atau pernyataan. Kata sifat "logis" berarti masuk akal. Pernyataan yang logis mengekspresikan proses bernalar secara tertib dan teratur.
2. Defenisi Logika
Logika adalah ilmu yang mempelajari tentang syarat-syarat penalaran yang perlu dipatuhi supaya suatu argumentasi dapat sah dan benar, dalam artian masuk akal. Logika dalam arti itu pertama kali digunakan oleh Alexander dari Aphrodisias (akhir abad ke-2 sampai awal abad ke-3), seorang komentator karya-karya Aristoteles. Aristoteles sendiri tidak menggunakan istilah logika, melainkan analitika dan dialektika.
Analitika adalah penyelidikan tentang argumentasu-argumentasi yang bertitik-tolak dari proporsi (putusan) atau kalimat yang pasti benar, sedangkan dialektika adalah penyelidikan tentang argumentasi-argumentasi yang bertitik-tolak dari proporsi yang bersifat hipotesis, dalam arti kebenarannya tidak pasti.
Dengan begitu, dialektika dan analitika termasuk apa yang di zaman sekarang dinamakan logika. Karya-karya Aristoteles di bidang logika kemudian diberi nama "To Organon" yang berarti alat, instrumen. Nama ini memang sesuai dengan maksud Aristoteles tentang logika, yaitu alat bagi semua ilmu.
Menurutnya logika bukanlah salah satu cabang ilmu pengetahuan, melainkan alat yang musti dipakai oleh semua ilmu pengetahuan untuk mendapatkan pengetahuan yang sah.
Irving M. Copi dan Carl Cohen mendefenisikan logika sebagai studi tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang dipakai untuk membedakan penalaran (reasoning) yang baik dalam arti tepat (correct) daro yang buruk dalam arti tidak tepat (incorrect).
Definisi ini tidak menyatakan bahwa semua mahasiswa yang pernah belajar logika, pasti bisa bernalar secara benar dan tepat, sedangkan mereka yang tidak pernah belajar logika sudah pasti tidak memiliki cara berpikir yang lurus. Tidak seperti itu.
Bagi siapapun yang berpikir dan bernalar, logika merupakan suatu sarana yang dapat membantu untuk melatih cara bernalar secara teratur dan sistematis. Dalam hal ini, logika adalah serentak ilmu dan seni atau ketrampilan tentang bernalar.
Sebagai "ilmu', logika memperkenalkan teori-teori berupa prinsip-prinsip berpikir lurus, sedangkan sebagai "seni" logika memberikan latihan-latihan atau cara prinsip-prinsip diterapkan.
Salah satu bentuk latihan yang efektif untuk mengembangkan kemampuan menalar dengan benar dan tepat ialah dengan cara menganalisis kekeliruan-kekeliruan yang agak sering dilakukan dalam mengungkapkan pikiran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa obyek material logika ialah penalaran, sedangkan obyek formal logika ialah tepat-tidaknya penalaran.
Sejarah Logika
Pada bagian ini saya akan membahas sejarah ringkas logika dari masa ke masa yang bermula dari zaman Yunani Kuno, Abad Pertengahan, Eropa, Modern serta perkembangannya di India dan Indonesia.
1. Yunani Kuno
Kaum Sofis beserta Plato (427-347 seb. Kr.) telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini. Sokrates (469-399 seb. Kr.) dengan "metode bidan" (metode mayeutis) juga telah banyak memberikan dasar bagi logika.
Namun, penemuan yang sebenarnya baru terjadi oleh Aritoteles (384-322 seb. Kr.), Theophrastus (372-287 seb. Kr.) dan kaum Stoa.Aristoteles meninggalkan enam buah buku yang oleh murid-muridnya diberi nama to Organon.
Keenam buku itu adalah Categoriae (tentang keputusan-keputusan), Analytica Priora (tentang silogisme), Analytica Posteriora (tentang pembuktian), Topica (tentang metode berdebat), dan De Sopbisticis Elenchis (tentang kesalahan-kesalahan berpikir).
Theophrastus memperkembangkan logika Aristoteles ini. Sedangkan kaum Stoa, terutama Chrysippus ( 280-207 seb. Kr.) mengajukan bentuk-bentuk berpikir yang sistematis.
Logika lalu mengalami sistematisasi. Hal ini terjadi dengan mengikuti metode ilmu ukur. Ini terutama dikembangakan oleh Galenus (+130-201) dan Sextus Empiricus (±200).
Kemudian logika mengalami masa dekadensi. Logika menjadi sangat dangkal dan sederhana sekali. Namun, masih ada juga karya yang pantas disebut pada masa itu. Karya-karya itu ialah Eisagoge dari Porphyrius (232-305), Fons Scientae dari Johanes Damascenus (674-749), dan komentar-komentar dari Boethius (480-524).
2. Abad Pertengaban (Abad 9 -16)
Pada masa itu masih dipakai buku-buku, seperti De Interpretatione dan Categoriae (Aristoteles), Eisagoge (Porphyrius) dan buku-buku dari Boethius (abad 7-8). Ada usaha untuk mengadakan sistematisai dan komentar-komentar. Usaha ini dikerjakan oleh Thomas Aquinas (1224-1274) dan kawan-kawannya. Mereka juga serentak mengembangkan logika yang sudah ada.
Logika modern muncul dalam abad 8-9. Tokoh-tokoh penting dalam bidang ini ialah Petrus Hispanus (1210-1278), Roger Bacon (1214-1292), Raymundus Lullus (1232-1315), Wilhelmus Ockham (1295-1349) dan lain-lain.
Khususnya Raymundus Lullus menemukan suatu metode logika yang baru. Metode ini disebut Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian. Aljabar ini bermaksud membuktikan kebenaran-kebenaran yang tertinggi.
Kemudian logika Aristoteles mengalami perkembangan yang "murni". Logika itu dilanjutkan oleh beberapa tokoh, seperti Thomas Hobbes (1588-1679) dalam Leviatannya dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay concerning Human Understanding-nya.
Namun tekanan yang mereka berikan sebenarnya juga berbeda-beda. Di sini ajaran-ajaran Aristoteles sudah diberi warna nominalistis yang sangat kuat (bdk. Wilhelmus Ockham dan kawan-kawannya).
3. Eropa Modern (Abad17- 18/20)
Masa ini juga dapat disebut masa penemuan-penemuan yang baru. Francis Bacon (1561-16260 mengembangkan metode induktif. Ini terutama dinyatakannya dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. W. Leibmitz (16460-1716) menyusun logika aljabar (bdk. Ars Magna dari Raymundus Lullus). Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih memberikan kepastian.
Logika Aristoteles masih diperkembangkan dalam jalur yang murni. Ini dijalankan, misalnya, oleh para Neo-Thomis. Tradisi Aristoteles dilanjutkan juga dengan tekanan pada induksi. Hal ini tampak antara lain dalam buku System of Logic-nya J.S. Mill (1806-1873).
Logika metafisis mengalami perkembangannya dengan Immanuel Kant (1724-1804). Dia menamainya logika transendental. Dinamakan logika karena membicarakan bentuk-bentukpikiran pada umumnya, dinamakan transendental karena mengatasi batas pengalaman.
Kemudian logika menjadi sekadar suatu peristiwa psikologis dan metodologis. Hal ini, misalnya, diperkembangkan oleh W.Wundt (1832-1920), J. Dewey (1859-1952) dan J.M. Badlwin (1861-1934). Akhirnya logika pada abad 19 dan 20 ini terutama diperkembangkan oleh A. de Morgan (1806-1871), G. Boole (1815-1864), W. S. Jevons (1835-1882), E. Schröder (1841-1902), B. Russel (1872-1970), G. Peano (1858-1932) dan masih banyak nama yang lain lagi.
4. India
Logika lahir karena Sri Gautama (563-483 seb. Kr.) sering berdebatnya dengan golongan Hindu fanatik yang menentang ajaran kesusilaannya. Dalam Nyaya Sutra logika diuraikan secara sistematis. Ini mendapat komentar dari Prasastapada (abad V ses. Kr.). Komentar ini kemudian disempurnakan oleh para penganut Buddha lainnya terutama Dignaga (abad VI ses. Kr).
Kemudian logika terus diakui sebagai metode berdebat. Lantas muncullah pelbagai komentar seperti yang dibuat oleh Uddyotakara (abad VII ses. Kr), Udayana (abad X ses. Kr.) dan lain-lain. Mereka ini hanya menyusun serta meningkatkan sistematisasi ajaran-ajaran klasik saja. Muncullah yang disebut Navya Nyaya (abad 8 ses. Kr.). Hal ini merupakan pengintegrasian secara kritis ajaran-ajaran golongan Brahmanisme, Buddhisme, dan Jainisme.
5. Indonesia
Tampaknya logika belum begitu dipahami maknanya. Baru "sedikit" orang saja yang menaruh perhatian secara ilmiah pada logika. Kiranya sudah tiba waktunya untuk memperluas serta mengembangkan studi tentang logika itu.
Di sana-sini usaha untuk itu sudah mulai tampak dan membawa hasil juga. Perluasan serta pengembangan ini merupakan salah satu usaha yang "raksasa". Usaha itu ialah mempertinggi taraf inteligensi setiap orang Indonesia dan bangsa Indonesia seluruhnya.
Macam-macam Logika
Logika dapat dibedakan atas dua macam. Namun keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua macam logika tersebut adalah logika kodrati dan logika ilmiah.
1. Logika Kodrati
Akal budi dapat bekerja menurut hukum-hukum logika dengan cara yang spontan. Tetapi dalam hal-hal yang sulit baik akal budinya maupun seluruh diri manusia dapat dan nyatanya dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subjektif. Selain itu baik manusia sendiri maupun perkembangan pengetahuannya sangat terbatas.
Hal-hal ini menyebabkan bahwa kesesatan tidak dapat dihindarkan. Namun dalam diri manusia sendiri juga terasa adanya kebutuhan untu menghidarkan kesesatan itu. Untuk menghindarkan kesesatan itu diperlukan ilmu khusus yang merumuskan asas-asas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Oleh karena itu muncullah ilmu logika.
2. Logika Ilmiah
Logika ini membantu logika kodratiah. Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Berkat pertolongan logika ini akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Dengan demikian kesesatan juga dapat dihindarkan atau paling tidak dikurangi.
Referensi:
Suharyanto, Carolus dan Raja Aloan Tumanggor. (2017). Pengantar Filsafat untuk Psikologi. Yogyakarta: PT Kanisius.
Bertens, K. Johanis Ohoitimur., dan Mikhael Dua. (2018). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: PT Kanisius