Pengertian Metafisika: Sejarah, Cabang dan Contohnya
Mungkin kamu pernah mendengar kata "metafisika" entah itu dilontarkan oleh orang ataupun mendengarnya di televisi. Sayangna metafisika selalu condong dan dikaitkan ke arah yang gaib, ilmu nujum, perbintangan, pengobatan jarah jauh dan lain sebagainya.
Namun metafisika itu sendiri diberikan oleh Andronikos dari Rodhos pada tahun 70 SM terhadap karya-karya yang disusun sesudah buku Physika (Siswanto, 2004:3).
Penyelidikan metafisika mula-mula hanya mencakup sesuatu yang ada di belakang dunia fisik, tetapi akhirnya berkembang menjadi ke penyelidikan terhadap segala sesuatu yang ada.
Disini kita melihat bahwa metafisika memiliki tingkat keumuman yang paling tinggi, memang benar bahwa metafisika mencakup ke arah pembicaraan tentang alam gaib atau ketuhanan, tetapi itu segi khususnya saja bukan segi umum dari metafisika itu sendiri.
Metafisikapun menyelidiki tentang sesuatu yang objek fisik juga seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan benda alam lainnya. Dari sini semakin jelas bahwa metafisika tidak sekedar tentang alam gaib tetapi juga tentang semua yang ada.
Nah untuk mengetahui metafisika lebih lanjut, pada artikel ini Blogger Toraja akan membahas mengenai arti kata metafisika secara etimologi, pengertian metafisika menurut para ahli, sejarah metafisika, cabang metafisika dan contoh metafisika dalam filsafat, agama dan kehidupan sehari-hari.
Pengertian Metafisika
Metafisika sudah banyak didefenisikan oleh para filsuf sejak zaman Yunani sampai post modern. Tentu defenisi yang ada dapat mewakili maksud dari metafisika sebenarnya. Untuk itu silahkan simak beberapa pengertian metafisika berikut.
1. Secara Etimologi
Secara etimologis kata "metafisika" (Inggris: metaphysics) berasal dari bahasa Yunani "meta ta physika". Meta berarti setelah, melampaui; ta physika berarti hal-hal menyangkut alam fisik (physis).
2. Menurut KBBI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), defenisi Metafisika adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal yang nonfisik atau tidak kelihatan.
3. Menurut Para Ahli
Para ahli juga mengemukakan pendapatnya mengenai defenisi metafisika, diantaranya:
- Aristoteles: Metafisika adalah cabang filsafat yang mengkaji yang ada sebagai yang ada
- Anton Bakker: Metafisika adalah cabang filsafat yang menyelidiki dan menggelar gambaran umum tentang struktur realitas yang berlaku mutlak dan umum
- Frederick Sontag: Metafisika adalah filsafat pokok yang menelaah "prinsip pertama" (the first principle)
- Van Peursen: Metafisika adalah bagian filsafat yang memusatkan perhatiannya kepada pertanyaan mengenai akar terdalam yang mendasari segala yang ada.
- Michael J. Loux: Metafisika adalah ilmu tentang kategori.
Dari berbagai defenisi yang dikemukakan para filsuf tersebut tidak ada satupun yang langsung menyebutkan bahwa metafisika adalah penyelidikan terhadap hal gaib/mistik. Begitulah kira-kira defenisi metafisika dalam ranah filsafat.
Setelah memahami hal ini diharapkan orang yang masih membenturkan metafisika kepada hal-hal gaib dan sejenisnya agar cepat memperbaiki pandangannya terhadap metafisika.
Sejarah Metafisika
Metafisika sebagai cabang filsafat dirintis oleh Aristoteles (384-322 SM). Kelak metafisika itu disebut "ontologi" oleh Goclenius (1547-1628), kemudian dipakai oleh Christian Wolff (1679-1754). Ontologi berarti ilmu (logos) tentang mengada, pengada (Yunani: on; bentuk genitivus: ontos). Wolff membedakan ontologi umum (metafisika) dan ontologi khusus (kajian filosofis tentang jiwa, kosmos, dan Tuhan).
Di zaman sekarang metafisika disebut juga filsafat tentang pengada (philosophy of being), yaitu filsafat mengenai pengada sebagai pengada (being as being) seperti telah dirintis oleh Aristoteles.
Aristoteles menyebut metafisika sebagai "filsafat pertama". Menurutnya, setiap ilmu bertugas mencari penyebab tentang obyek yang diselidiki. Agar pengetahuan mengenai suatu benda atau kejadian menjadi lengkap, maka pengetahuan itu mesti menyangkut empat penyebab, yaitu penyebab material (material cause), penyebab formal (formal cause) atau esensi, penyebab efisien (efficient cause), dan penyebab final (final cause).
Setiap ilmu membatasi penyelidikannya hanya pada penyebab-penyebab (causes) tertentu, dan belum menyentuh penyebab pertama atau sebab terdasar realitas. Oleh karena itu, dibutuhkan filsafat pertama" (Yunani: prote philosophia; Latin: prima philosophias Inggris: first philosaphy), yang berbeda dari filsafat atau ilmu tentang dunia physis yang dianggap sebagai "filsafat kedua'.
Filsafat kedua menjelaskan obyek-obyek empiris menurut aspek tertentu dengan rujuan praktis. Filsafat pertama memberikan penjelasan tingkat pertama tentang segala sesuatu sebagai satu keseluruhan. Wilayah filsafat pertama melampaui realitas dunia physis "yang selalu berubah" atau yang terus berkembang".
Obyek studi filsafat pertama adalah realitas "yang melatar-belakangi" atau "yang melandasi dunia fisik itu (Yunani: ta meta ta physika), sehingga dunia riil menjadi mungkin. Ta meta ta physika tidak lain dari being as being (pengada sebagai pengada), atau realitas sebagai keseluruhan menurut aspek mengadanya. Filsafat pertama itulah yang sekarang dikenal sebagai metafisika sebagai cabang filsafat.
Thomas Aquinas mengembangkan lebih lanjut pandangan Aristoteles, tetapi dalam konteks iman dan teologi Kristiani di masa Abad Pertengahan. Dalam komentarnya atas pemikiran Aristoteles, Aquinas membahas pengertian metafisika". Pertama, mengikuti Aristoteles, metafisika disebut filsafat pertama, karena cabang filsafat ini mempelajari tentang sebab terdasar realitas atau pengada sebagai pengada.
Menurut Aquinas, metafisika pun membahas karakteristik atau aspek-aspek transendental pengada seperti kesatuan, kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Kedua, metafisika disebut juga teologi dalam arti divine science, karena mempelajari tentang substansi immaterial seperti malaikat dan Tuhan.
Namun Aquinas membedakan dua jenis teologi, yaitu teologi kodrati (natural or philosophical theology) dan teologi suci (sacred theology). Cabang yang pertama mempelajari pokok-pokok yang berkaitan dengan ketuhanan secara filosofis. Sedangkan cabang yang kedua membahas pokok-pokok tersebut sejauh diwahyukan dalam Kitab Suci dan berdasarkan iman.
Pada awal abad ke-20, di tengah gelombang penolakan metafisika oleh filsuf filsuf atomisme logis dan positivisme kogis di Inggris, Alfred North Whitehead tampil menghidupkan perhatian pada metafisika.
la menyebut metafisika sebagai filsafat spekulatif. Menurutnya, filsafat spekulatif ialah "usaha untuk merumuskan suatu sistem pemikiran umum yang bersifat koheren, logis, dan pasti, atas dasar mana setiap unsur pengalaman dapat diterangkan". Atau lagi, "Metafisika tidak lain dari deskripsi tentang gagasan-gagasan umum yang dapat diaplikasi pada semua detail praksis".
Manfaat terpenting sistem pemikiran-pemikiran umum ialah menjadi paradigma atau bingkai konseptual untuk menginterpretasikan struktur dasar realitas dan makna pengalaman. Tanpa pemikiran metafisik, dunia dan pengalaman dihadapi secara terpisah-pisah. Metafisika membantu kita untuk melihat realitas sebagai suatu proses; segala sesuatu berada dalam jaringan relasi secara organik, dan tak satupun unsur realitas yang dialami secara terisolasi.
Diskusi tentang metafisika tidak dapat dilepaskan dari nama Martin Heidegger (1889-1976). Menurutnya, dalam sejarah filsafat barat tidak pernah sungguh-sungguh dikemukakan pertanyaan mengenai hal itu. Karena tidak bertanya, maka arti Being pun tidak dipahami. Padahal pengertian tentang Being sangat tergantung pada bagaimana mengelaborasi pertanyaan tersebut. Implikasinya, Being telah terlupakan." Bagi Heidegger, bertanya tentang arti Being bukanlah sekadar bertanya untuk mencari tahu informasi tertentu.
Bertanya tentang arti Being merupakan suatu cara mengada manusia (Dasein) yang terbuka kepada kemungkinan-kemungkinan. Mengerti Being merupakan karakteristik yang niscaya dari cara mengada-manusia-dalam-dunia.
Oleh karena Being atau Mengada berarti juga terjadinya atau menyingkapnya kebenaran (aletheia), maka bagi Heidegger eksistensi berarti keterbukaan manusia (Dasein) kepada Being. Arah pemikiran Heidegger yang menghubungkan metafisika dengan makna eksistensi manusia dapat ditemukan pula pada pemikiran Gabriel Marcel (1889-1973).
la melakukan telaah metafisik atas pengalaman eksistensial untuk memahami "aku" dalam relasi dengan orang lain. Pemikirannya sarat dengan tema-tema seperti aku dan orang lain, ketaatan dan kesetiaan, problem dan misteri, harapan dan pengalaman terpenjara (captivity), dan Engkau Absolut. Semua itu ia diskusikan dalam perspektif metafisika.
Demikianlah dalam abad ke-20 metafisika mengalami transformasi menjadi upaya merefleksikan makna eksistensi manusia.
Cabang Metafisika
Metafisika sebagai cabang filsafat dibagi menjadi dua yakni metafisika umum dan metafisika khusus.
1. Metafisika Umum (Ontologi)
Filsafat menyelidiki seluruh kenvataan. Dalam logika diajarkan suatu prinsip yang mengatakan makin besar ekstensi suatu istilah atau pernyataan makin kecil komperehensi istilah atau pernyataan itu. Metafisika umum (atau "ontologî") berbicara tentang segala sesuatu sekaligus sejauh itu "ada"
"Adanya "segala sesuatu merupakan suatu "segi" dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk-makhluk hidup. Oleh karena itu pengetahuan tentang pengada-pengada sejauh mereka ada disebut "ontologi".
Pertanyaan-pertanyaan dari ontologi itu misalnya "apakah kenyataan merupakan kesatuan atau tidak?". Pertanyaan-pertanyaan dari ontologi langsung berhubungan dengan sikap manusia terhadap pertanyaan paling mendasar, terutama pertanyaan tentang adanya pencipta dari seluruh ciptaan.
Jawaban-jawaban yang diberikan atau pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan dalam ontologi mengungkapkan suatu kepercayaan. Sampai sekarang dibedakan 4 jenis"kepercayaan ontologis", yaitu ateisme, agnostisisme, panteisme, dan teisme.
Ateisme dari bahasa Yunani "a" yang artinya "bukan", dan "teos", "Tuhan" mengajarkan bahwa Tuhan tidak ada, bahwa manusia sendirian dalam kosmos atau surga yang kosong. Agnostisisme dari bahasa Yunani yang artinya "a", "bukan" dan gnosis yang artinya pengetahuan, mengajarkan bahwa tidak dapat diketahui apakah Tuhan ada atau tidak sehingga pertanyaan tentang Tuhan selalu terbuka.
Panteisme yang artinya segala sesuatunya Tuhan yang mengajarkan bahwa seluruh kosmos sama dengan luhan sehingga tidak ada perbedaan antara pencipta dan ciptaan.
Teisme mengajarkan bahwa Tuhan itu ada, bahwa terdapat perbedaan antara pencipta dan ciptaan. Ontologi atau metafisika umum merupakan cabang filsafat yang sekarang ini sangat problematis karena manusia di sini melewati batas-batas kemungkinan-kemungkinan akal budinya.
2. Metafisika Khusus
Metafisika khusus dibagi menjadi 3 yaitu teologi, antropologi, dan kosmologi.
a. Teologi
Teologi metafisik berhubungan erat dengan ontologi. Dalam teologi metafisik diselidiki apa yang dapat dikatakan tentang adanya Tuhan, terlepas dari agama dan wahyu. Teologi metafisik tradisional biasanya terdiri atas dua bagian: bagian pertama berbicara tentang"bukti-bukti" untuk adanya Tuhan, dan bagian kedua berbicara tentang nama-nama ilahi.
Teologi metafisik hanya menghasilkan suatu kepercayaan yang sangat sederhana dan cukup miskin dan abstrak. Teologi ini sering dipakai oleh banyak kaum untuk menyampaikan pendapat mereka mengenai Tuhan karena banyak kaum yang tidak akan menerima argumen-argumen yang berasal dari teologi yang terikat pada suatu wahyu khusus. Teologi metafisik sekarang ini masih tetap merupakan usaha untuk menciptakan ruang dialog antara iman dan akal budi.
b. Antropologi
Cabang filsafat yang bebicara tentang manusia disebut antropologi. Setiap filsafat mengandung secara eksplisit atau implisit suatu pandangan tentang manusia, tentang tempatnya dalam kosmos, tentang hubungannya dengan dunia, dengan sesama dan dengan Transendensi.
Dalam cabang filsafat antropologi manusia hidup dalam dimensi sekaligus ia adalah kombinasi dari materi dan hidup, badan, dan jiwa. Ia memiliki kehendak dan pengertian. Manusia merupakan seorang individu, tetapi ia tidak dapat hidup tanpa orang lain.
c. Kosmologi
Kosmologi atau "filsafat alam" berbicara tentang dunia. Kata Yunani "kosmos" 1awannya dari chaos, berarti dunia, aturan, dan keseluruhan teratur. Untuk menemukan kesatuan dalam kemajemukan dicari unsur induk dari segala sesuatu. Kosmologi berkembang di Yunani dan memberi hidup kepada ilmu alam sudah lama dewasa dan dipilih sebagai model untuk ilmu lain.
Contoh Metafisika
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa metafisika mencakup metafisika umum dan khusus. Contoh metafisika khusus adalah alam gaib, ilmu nujum, perbintangan, pengobatan jarah jauh dan lain sebagainya.
Bukan hanya tentang alam gaib saja, metafisika juga menyelidiki objek fisik, contohnya: manusia, hewan, tumbuhan, dan benda alam lainnya.