Apa Itu Puritanisme: Arti Kata, Pengertian, Sejarah, Ciri-ciri
Selamat datang di situs Blogger Toraja.
Puritan, lebih tepatnya Kaum Puritan adalah sebuah gerakan dari Inggris pada abad ke-16 dan 17. Kaum Puritan adalah kumpulan sejumlah kelompok keagamaan yang memperjuangkan "kemurnian" doktrin dan tata cara peribadatan, begitu juga kesalehan perseorangan dan jemaat.
Pada pembahasan kali ini, Blogger Toraja akan membahas mengenai apa itu Puritanisme yang mencakup arti kata Puritanisme, pengertian Puritanisme, sejarah Puritanisme dan ciri-ciri Puritanisme. Yuk langsung saja disimak pembahasannya berikut.
Arti Kata Puritanisme Adalah
Kata Puritanisme berasal dari bahasa Latin yakni Purus yang jika diartikan secara harafiah berarti murni. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Puritanisme adalah paham dan tingkah laku yang didasarkan atas ajaran kaum Puritan.
Apa Itu Kaum Puritan?
Mungkin kamu juga bertanya-tanya, apa itu kamu Puritan? Atau siapa itu kaum Puritan? Menurut KBBI, kaum Puritan adalah orang yang hidup saleh dan yang menganggap kemewahan dan kesenangan sebagai dosa. Mereka adalah anggota mazhab Protestan yang pernah berkembang pada abad ke-16 dan ke-17 di Inggris yang berpendirian bahwa kemewahan dan kesenangan adalah dosa.
Pengertian Puritanisme
Jika ditelisik lebih jauh maka kita mendapatkan pengertian bahwa Puritanisme adalah sebuah gerakan Protestantisme di Inggris yang muncul sekitar tahun 1565 dan yang memperjuangkan "pemurnian" gereja Eropa, khususnya Protestantisme Reformed (atau Calvinisme).
Pemurnian yang dicita-citakan mereka pertama-tama menyangkut tata gereja dan tata ibadah, yang menurut mereka masih terlalu dipengaruhi oleh tradisi Katolik Roma dan kurang sesuai dengan Alkitab. Oleh sebab itu, mereka ingin menggantikan sistem keuskupan, yang masih dipegang di gereja Anglikan, dengan tata gereja presbiterial-sinodal menurut model Calvinis.
Selain itu mereka menolak buku liturgi untuk gereja Anglikan, Book of Common Prayer, karena terlalu banyak dipertahankan unsur Katolik dan tidak cukup menyatakan semangat Reformasi. Tetapi kritik mereka tidak diterima pemerintah, yang tetap mau merangkul sebanyak mungkin orang Inggris di gereja Anglikan dan oleh sebab itu, menentang pemurnian ya ng terlalu radikal.
Kebanyakan orang Puritan, yang dipimpin oleh Thomas Cartwright (1535-1603), memperjuangkan cita-cita mereka di dalam gereja Anglikan. Karena tekanan mereka pada tata gereja presbiterial-sinodal mereka kemudian juga disebut Presbyterians.
Akan tetapi ada juga kelompok-kelompok yang lebih radikal yg memisahkan diri dari gereja Anglikan untuk membentuk jemaat-jemaat yg "murni'. Oleh sebab itu, mereka disebut Separatists (yang memisahkan diri) atau Independents, dan dikemudian hari juga Congregationalists. (Sebutan ini menunjuk pada cara mereka mengutamakan hak jemaat untuk mengurus diri sendiri, yang menyatakan bahwa pemahaman mereka tentang gereja dan fungsi jabatan di gereja berbeda dengan Calvin dan kaum Presbyterian.) Karena tindakan-tindakan pemerintah terhadap mereka, banyak dari mereka melarikan diri dari Inggris, misalnya ke Negeri Belanda dan kemudian juga ke Amerika.
Sejarah Puritanisme
Perjuangan Puritanisme berlangsung terus pada abad ke-17. Pemerintah (Raja James I dan kemudian anaknya, Charles I) dan pemimpin gereja tetap menolak permintaan-permintaan kaum Puritan untuk memurnikan gereja Anglikan.
Akan tetapi pada tahun 1640 terjadi konflik antara raja (Charles 1) dan parlemen Inggris yang akhirnya bermuara pada perang saudara, yang berlangsung sampai 1660. Waktu itu kaum Puritan (baik kaum Presbyterian maupun kaum Independent atau Congregationalis) mendapat kesempatan untuk memajukan tanggapan mereka dengan dukungan parlemen.
Parlemen memanggil rapat untuk membicarakan hal-hal gerejawi, Westminster Assembly (1643-1653). Assembly ini antara lain menghasilkan Westminster Confession (1646), yang mencerminkan Calvinisme Puritan yang dipegang oleh kaum Presbyterian dan juga disetujui oleh kaum Congregationalist, kecuali tentang ajaran mengenai gereja.
Oleh sebab itu, berdasarkan Pengakuan Westminster, mereka menerbitkan pada tahun 1658 suatu pengakuan sendiri yang biasanya disebut Savoy Declaration dan yang menjelaskan pemahaman mereka tentang gereja (otonomi jemaat setempat, hak jemaat untuk menolak keputusan sinode regional dan nasional kalau tidak disetujui, hak jemaat untuk memilih atau memberhentikan mereka yang memegang jabatan berdasarkan imamat am orang percaya).
Sesudah restorasi pemerintahan raja pada tahun 1660, gereja Anglikan mendapat kembali posisi utama, sedangkan semua kelompok yang tidak mau menerima kuasa raja atas Gereja dianggap Dissenter (yang menyimpang), tidak hanya kaum Puritan, melainkan juga penganut sekte-sekte yang lahir pada abad yang kacau itu.
Keadaan berubah pada tahun 1689 waktu diberi kebebasan beragama kepada gereja-gereja yang rela menyetujui pengakuan iman Anglikan (jadi bukan kepada orangKatolik dan sebagian sekte yang menolak pengakuan ini; mereka baru menerima kebebasan beragama pada tahun 1829).
Pada tahun 1972 Gereja Reformed yaitu Presbyterian dan sebagian besar Gereja Congregationalist (karena menurut pendapat gereja ini setiap jemaat bebas untuk mengikut atau tidak) di Inggris bersatu menjadi United Refomed Church.
Karena sikap pemerintah Inggris yang keras terhadap Puritanisme, banyak kelompok Puritan, baik dari dalam maupun dari luar gereja Anglikan, beremigrasi ke Amerika. Yang pertama adalah kaum Pilgrim Fathers, kelompok Separatist, yang menyeberang ke sana pada tahun 1620.
Juga di sana sangat ditekankan kesucian hidup menurut petunjuk-petunjuk Alkitab. Di koloni-koloni yang mereka dirikan, orang-orang yang ingin tinggal di sana harus menerima cara hidup Kristen menurut Puritanisme, karena mereka mencita-citakan suatu Teokrasi seperti di Israel pada zaman Perjanjian Lama.
Pada pihak lain, karena pengalaman mereka di Inggris sangat menekankan kebebasan Gereja terhadap pemerintah, dengan akibat bahwa di Amerika Serikat, berbeda dengan banyak negara Eropa pada waktu itu, ada pemisahan tajam antara Gereja dan Negara dan kekebasan beragama untuk setiap kelompok religius yang rela menaati hukum yang berlaku.
Ciri-ciri Puritanisme
Di bidang ajaran, kaum Puritan pada umumnya tidak terlalu berbeda pendapat dengan gereja Anglikan. Ciri-ciri yang paling khas dari iman mereka lebih nyata dalam cara hidup mereka, sebab sama seperti Calvin dan Calvinisme, Puritanisme menekankan kesucian hidup, penghayatan iman dan juga penyucian hari "Sabat (yaitu hari Minggu) sebagai hari Tuhan.
Karena itu itu mereka juga berpengaruh di luar kalangan mereka sendiri. Hal itu terjadi misalnya di gereja Reformed di Negeri Belanda yang pada abad ke-17 dan sesudahnya di kalangan-kalangan Ortodoks tertentu mengalami suatu "Reformasi yang Lebih Lanjut" yang dijiwai oleh penulis-penulis Puritan. Yang sama berlaku juga untuk Pietisme di gereja-gereja Protestan, termasuk Lutheran, di Jerman pada zaman yg sama.